Kamis, 03 Maret 2011

MEMBANGUN IMAN YANG TEGUH

“Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan? Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya -- Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya.”
Lukas 6 : 46-49
Ayat yang sejajar dengan ayat tersebut di atas dapat juga kita temukan dalam kitab Matius 7:21-27. Dalam ayat tersebut Yesus mengumpamakan kualitas iman manusia dengan dua jenis pondasi, yaitu pondasi yang kokoh dan pondasi yang rapuh. Ini adalah perumpamaan yang sangat sederhana dan mudah dipahami oleh semua orang, sama seperti perumpamaan-perumpamaan Yesus lainnya. Seseorang tidak perlu harus menjadi seorang ahli bangunan untuk dapat memahami pentingnya arti sebuah pondasi agar suatu bangunan dapat berdiri kokoh.
Pondasi adalah dasar, landasan atau tempat bertumpu agar sesuatu di atasnya dapat berdiri tegak sehingga tidak terombang-ambing dan rubuh. Walaupun suatu bangunan dibuat dari bahan-bahan yang terbaik dan dirancang dengan begitu teliti, namun bila didirikan di atas pondasi yang rapuh, maka bangunan tersebut akan sangat gampang rubuh.
Sejak dosa merajalela di bumi ini, maka kehidupan manusia dari waktu ke waktu semakin bertambah sulit. Beban hidup terasa begitu bertambah berat. Tidak ada sesuatupun di bumi ini yang dapat dijadikan tempat bertumpu oleh karena semuanya cenderung bergerak dalam perubahan kemerosotan. Alam yang tadinya bersahabat tiba-tiba bisa saja membawa petaka, orang yang tadinya sangat dipercaya kemudian mengambil kesempatan, harta milik yang melimpah yang tersimpan aman, dapat lenyap seketika tanpa terduga, kepintaran dan keahlian yang sudah terasah dapat lenyap hanya dengan sedikit kelalaian dalam berkendara. Satu-satunya tumpuan  yang dapat membuat kita tetap bertahan hanyalah iman.
Apakah iman itu ? Ibrani 11:1 : "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Satu-satunya yang dapat membuat orang tetap bertahan adalah harapan. Harapan memotivasi kita untuk melakukan sesuatu. Seberat apapun penderitaan seseorang, jika ia masih melihat setitik harapan dibalik penderitaan itu, maka ia akan sanggup untuk menjalaninya. Harapan akan memotivasi kita untuk melakukan sesuatu. Tanpa harapan maka pada dasarnya kita sudah mati.
Harapan dari seluruh umat manusia adalah hidup kekal tanpa penderitaan, hari tua dan kematian. Namun selama kita hidup di dunia yang penuh dosa ini, harapan itu hanyalah angan-angan belaka dan tidak akan pernah menjadi kenyataan. Seberapa canggihpun teknologi yang dikembangkan manusia, tidak akan pernah dapat mencapainya. Harapan hidup kekal menjadi lebih nyata setelah Yesus bangkit dari kematian dan naik ke surga. Agar pengharapan kita dapat tetap teguh maka iman itu harus dibangun di atas pondasi yang kuat, batu karang yang teguh, yaitu Yesus.
Semua kita mengakui bahwa iman kristiani kita di dasarkan pada Kristus, lantas mengapa masih ada yang disebut iman yang teguh dan iman yang rapuh seperti yang diisyaratkan oleh perumpamaan Tuhan Yesus dalam ayat pembuka di atas ? Bukan kah kita memiliki pondasi iman yang sama ? Di mana letak kesalahannya ? Apakah pondasinya yang salah dan tidak cukup kuat ? Apakah karena kita yang tidak sempurna ini tidak layak ditopang oleh pondasi yang sangat sempurna itu ? Mari kita telusuri dan dapatkan jawabannya melalui beberapa ayat-ayat Alkitab berikut :
-  Ibrani 7:26 : “Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga
- II Timotius 2:19 : "Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: "Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya" dan "Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan."
Kristus adalah pondasi iman kita yang teguh, tanpa salah dan tidak pernah salah serta tanpa cacat dan noda. Kritus adalah pondasi yang sempurna. Dalam ayat lain Yesus mengatakan bahwa Dialah jalan, kebenaran dan hidup, tidak ada yang akan dapat tiba ke sorga dan memperoleh hidup kekal tanpa melalui Yesus.
Yohanes 15:5 : “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
- II Timotius  1:7 : “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”
- Filipi  4:13 : “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
- II Korintus  12:9 : Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
Manusia memang tidalah sempurna oleh karena terpolusi dosa yang sangat parah. Namun ketidaksempurnaan itu tidak bisa menjadi alasan bagi kita untuk tidak dapat berdiri teguh di atas pondasi yang kokoh itu. Justru dalam kelemahanlah kuasa Allah semakin nyata dan sempurna bagi kita.
Mari kita simak kembali perkataan Yesus dalam  Lukas 6:46-49. Ada dua orang yang membangun rumah dan sama-sama membangun di atas tanah yang tentunya telah memilih lahan yang kering, datar, padat, bukannya di tanah yang penuh lumpur yang tidak stabil dan mudah bergeser. Sampai di sini kedua orang tersebut sudah tepat dalam hal memilih kondisi tanah tempat mereka akan membangun. Namun dalam langkah selanjutnya terlihat perbedaan yang sangat mencolok. Orang yang pertama memulai pekerjaan membangun rumahnya dengan menggali tanah dalam-dalam, menaruh batu ke dalam lobang galian tersebut dan membangun rumahnya di atas batu yang sudah tertanam cukup dalam di tanah sehingga rumah tersebut menyatu erat dengan tanah tempat semua mahluk hidup di darat berpijak.
Orang yang kedua begitu puas dengan lahan yang dia miliki. Kondisi tanah yang datar, padat, dan mungkin di sekelilingnya terdapat pemandangan yang indah, telaga yang jernih, sehingga tanpa berpikir panjang dia segera membangun rumahnya di atas tanah tersebut tanpa terpikir untuk menggali terlebih dahulu untuk membuat pondasi seperti yang dilakukan oleh orang yang pertama. Sebagai akibatnya, begitu banjir datang rumah tersebut hancur terseret air oleh karena bangunan itu tidak benar-benar menyatu dengan tanah tempatnya berpijak.
Yang membuat iman seseorang kokoh atau rapuh adalah seberapa dalam iman itu tertanam dan melekat bersama pondasi  yaitu Kristus. Orang yang imannya hanya sekedar menempel pada pondasi tentu tidak akan dapat bertahan. Jenis orang yang seperti ini umumnya adalah orang-orang yang :
Melandaskan imannya dalam Yesus oleh karena melihat dan mengharapkan keindahannya saja. Mengikut Yesus dengan harapan kondisi ekonomi akan membaik, mengikut Yesus oleh karena mendengarkan hal-hal yang indah saja.
Mengharapkan keuntungan pribadi
Mengharapkan pujian, dan lain sebagainya
Orang yang mempunyai iman tersebut diatas, tidak akan tertanam dalam dan menyatu dengan pondasi, sehingga tidak dapat berdiri kokoh dan sangat rapuh, ibarat pohon yang akarnya tidak tertanam jauh ke dalam tanah, akan mudah dicabut. Iman tersebut adalah iman yang berdiri di atas permukaan saja yang hanya sekedar menempel.
Untuk memperoleh iman yang teguh kita harus menggali lebih dalam Firman Allah sehingga pengenalan kita akan Yesus juga akan semakin dalam yang membuat kita juga akan semakin menyatu denganNya. Bila kita mengalami kesusahan, kita akan mengingat bahwa Yesus sudah terlebih dahulu mengalaminya, bila kita mendapat perlakuan yang tidak adil, Yesus juga pernah merasakannya. Lebih daripada itu, Dia berjanji untuk memberikan kekuatan yang menyanggupkan kita untuk dapat berdiri tegak menghadapi badai kehidupan (Matius 11:28).
Dalam menggali Firman seringkali kita menemukan rintangan baik dari orang lain maupun dari diri kita sendiri, sebagaimana halnya bila menggali tanah, sering ditemukan batu-batu kecil maupun besar yang menghambat pekerjaan penggalian. Untuk itu diperlukan ketekunan. Tanpa ketekunan sudah pasti kita akan gagal oleh sebab banyaknya rintangan.
Kolose 2:7 :  “Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”

gambar puisi cinta

Rabu, 02 Maret 2011

5 Mahluk Terbesar Sepanjang Masa

Argentinosaurus
Merupakan hewan darat terbesar sepanjang masa. Hewan ini memiliki panjang sekitar 45 meter dan berat kurang lebih 95 ton atau 30 kali berat gajah afrika. Mahluk ini hidup pada masa Cretaseous atau 100 juta tahun yang lalu. Mereka hidup berkelompok dan sering kali menjadi mangsa dari predator raksasa seperti Giganotosaurus.
Terbesar yang pernah terbang
Ornithocheirus
http://hermawayne.blogspot.com
Merupakan mahluk terbesar yang pernah terbang. Sayap mahluk ini dari ujung ke ujung sepanjang 46 kaki atau 18 meter. Bahkan di sayapnya ini cukup untuk menampung 2 mobil keluarga. Ornithocheirus memakan ikan. Mahluk sebesar ini dapat terbang karena tubuhnya dibuat berongga sehingga mudah untuk terbang. Meskipun mahluk ini besar, seringkali mahluk ini menjadi santapan Deinosuchus atau Sarchosucus.
Predator Darat Terbesar Sepanjang Masa
Giganotosaurus
http://hermawayne.blogspot.com
Giganotosaurus dinobatkan sebagai predator darat terbesar yang pernah ada. Struktur tubuh Gigan mirip dengan t-rex. Tetapi t-rex lebih pendek dan tubuhnya 'hanya' sekitar 9 meter, sedangkan Gigan dewasa bisa mencapai 13 meter. Raksasa ini hidup berkelompok dalam menjatuhkan mangsa besarnya seprti seekor Argentinosaurus dewasa.
Predator Laut Terbesar Sepanjang Masa
Liopleurodon
http://fraann.files.wordpress.com/2007/04/liopleurodon.jpg
Liopleurodon disebut-sebut merupakan predator terbesar sepanjang masa. Mahluk ini memiliki gigi sepanjang 30cm, dan tengkorak sepanjang 5 meter. Panjang maksimal tubuh monster ini adalah 25 meter. Makanan monster ini tentu saja tubuh paus dan berbagai mahluk berdaging banyak lainnya. Hidup 140 juta tahun lalu.
Megalodon
http://hermawayne.blogspot.com
Megalodon adalah sejenis hiu yang hidup di masa purba. Hiu ini merupakan nenek moyang hiu dan tentunya memiliki ukuran yang luar biasa besar. Megalodon kecil berukuran sekitar 6 meter panjangnya. Sedangkan Megalodon dewasa berukuran sekitar 18 meter atau sebesar kapal. Makanan hiu ini biasanya seekor paus. Cara mereka makan pun sama dengan hiu modern.
Predator Amphibi Terbesar Sepanjang Masa
Sarcoshucus
http://hermawayne.blogspot.com
Sarcosuchus, keluarga dekat buaya merupakan jenis buaya yang paling besar dalam keluarga buaya. Panjang tubuh monster raksasa ini sekitar 50 kaki dengan berat sekitar 8-10 ton, atau hampir sama dengan ukuran sebuah bus. Sarcosuchus kadang bisa memakan seekor dinosaurus raksasa yang senang meminum air di sungai tempat sarcosuchus tinggal.
Deinosuchus
http://www.dinosoria.com/cinema/bbc_02.jpg
Mahluk ini merupakan nenek moyang dari keluarga buaya. Jika pada sarcosuchus mulutnya panjang, tidak pada deinosuchus. Deinosuchus disinyalir memiliki gigi sepanjang 10 cm, dan mulutnya memiliki kekuatan gigitan 10.000 pon atau 2 kali kekuatan gigitan singa. Mahluk ini memiliki panjang 45 kaki dan berat sekitar 12 ton. Walaupun ukuran tubuhnya besar, mahluk ini juga memiliki loncatan yang tinggi. Deinosuchus bisa memakan seekor Pterodactyl ukuran dewasa.
Hewan Terbesar di Dunia (sekarang)
Blue Whale
http://www.japanprobe.com/wp-content/uploads/blue-whale-pool.jpg
Blue Whale atau biasa disebut paus biru bisa dibilang sebagai mahluk terbesar di dunia saat ini. Dengan panjang sekitar 100 kaki dan berat lebih dari 50 ton tentu saja menobatkan paus biru sebagai mahluk terbesar di dunia. Tapi mungkin ada sesuatu yang janggal dengan mahluk ini, meskipun ukurannya yang tergolong sangat besar, paus ini hanya memakan plankton dan organisme kecil di air.

Senin, 28 Februari 2011

Harmoni Hidup Di Dayak LESAN

Lesan adalah salah satu suku Dayak yang masih bertahan ditengah lebatnya pedalaman hutan Kalimantan Timur. Selama beberapa hari kami hidup bersama suku terpencil ini. Menikmati keindahan alam yang selama ini menjadi rumah mereka dan harmoni itu menjadi kenangan yang tidak terlupakan.

Dayak Lesan berada di Kecamatan Kelay, di Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Dari ibu kota kabupaten, kendaraan kami harus melewati jalan yang tidak nyaman selama setengah hari.

Setelah sekian lama Jalan Poros Kalimantan berakhir. Dan inilah kawasan muara lesan. Muara lesan adalah pusat kota yang menjadi penghubung dua belas kampung yang tersebar di sepanjang Sungai Kelai dan Sungai Lesan.

Perjalanan belum berakhir. Dari sini perjalanan kami teruskan dengan menggunakan ketingting. Ketingting adalah perahu berukuran kecil yang panjangnya kira - kira empat meter. Perahu ini hanya bisa mengangkut tiga hingga empat orang, termasuk seorang pengemudi kapal yang disebut Tekong. Ditangan Tekong inilah, nasib tergantung.

Suku Dayak Lesan tinggal ditepian sungai yang lebarnya sekitar tiga puluh meter. Sungai Lesan ini bermuara hingga ke Tanjung Redeb di Kabupaten Berau Kalimantan Timur.

Sebagian warga Dayak Lesan menyambut kami dengan ramah dan bersahabat. Mereka saat itu sedang membangun rumah dimana pemiliknya akan menggelar hajatan perkawinan.

Jumlahnya mereka tidak banyak sekitar tiga puluh tujuh kepala keluarga yang sebagian besar keturunan suku Dayak Gaay. Lesan adalah suku penjelajah yang telah menempati kawasan Sungai Kelay dan Sungai Segah di Kalimantan Timur sejak ratusan tahun yang lalu.

Sebagian besar rumah mereka rumah panggung yang terbuat dari kayu. Dan tidak bersekat yang memisahkan ruang tengah, ruang tidur maupun dapur. Yang menarik mereka mencuci, mandi dan buang air di sungai.

Bagian depan biasanya digunakan sebagai lumbung padi. Ini sekedar jaga – jaga, bila terjadi kebakaran, padi mereka masih diselamatkan. Yang paling menarik adalah cara mereka memasak. Mereka memanfaatkan kayu bakar dengan tungku sederhana dari besi.

Warga di Kampung Lesan Dayak, kebanyakan menggantungkan hidup dengan berladang, warisan ratusan nenek moyang mereka ratusan tahun yang lalu. Selain berladang sebagian memanfaatkan waktu luangnya, seperti yang dilakukan Ibu Ya Hoong.

Kehidupan suku Dayak sangat sederhana, sejak matahari terbit hingga terbenam. Dunia bagi mereka hanya sebatas sungai dan bukit yang mengeliling mereka.

Ke Makam Leluhur

Kami berangkat menuju gugusan Gunung Kapur dimana terdapat kuburan tua yang merupakan makam nenek moyang suku Dayak Lesan. Perjalanannya cukup jauh, sekitar dua jam perjalanan dengan menggunakan perahu ketingting ini.

Terasa menyenangkan menyusuri Sungai Merasah dengan perahu kecil ini. Asal kita harus diam, karena bergerak sedikit saja bisa oleng dan berakibat fatal. Hutan sepanjang sungai ini masih asri dan terjaga dengan baik.

Kami pun tiba diperkampungan Dayak Merasah. Letak makam leluhur Dayak Lesan berada di dalam gua di sepanjang tebing sungai ini. Di kawasan ini terdapat beberapa gua tua yang di gunakan untuk menyimpan peti mati warga suku Dayak tempo dulu.

Peti ini usianya sudah ratusan tahun. Dayak merasah terdiri dari etnis Dayak Benoaq, Dayak Punan dan Dayak Gaay. Pada jaman dahulu, para ketua adat yang wafat disemayamkan ditempat ini. Menurut keyakinan mereka, cara inilah yang terbaik agar arwah bisa menuju pintu kayangan.

Kami kembali menyusuri sungai mrasah menuju kawasan patung tebing anjing. Batu inilah yang mereka sebut tebing anjing, karena kemiripannya.

Batu ini mempunyai cerita sendiri. Konon tebing ini dahulu merupakan perbatasan dua kerajaan yang saling berperang. Salah satu anjing milik putri raja. Menyebrang perbatasan dan sang putri marah, lalu mengutuknya menjadi batu.

Kami kurang tertarik dengan legenda itu, dibandingkan malah asyik menikmati panorama. Ketika hendak melanjutkan perjalanan perahu kami terbalik. Air lumayan tinggi dan cukup deras. Beruntung kami menggunakan pelampung.

Menikmati Ikan Bakar

Sungai dan hutan ibarat ibu bagi mayarakat Dayak Lesan. Mereka menjaga dan memeliharanya dengan arif. Hutan dan kawasan Sungai Lesan dan Sungai Segah adalah sumber kehidupan, air, ekosistem dan keaneka ragaman hayati bagi kota Berau dan Tanjung Redeb di Kalimantan Timur.

Jika kawasan hutan di hulu sungai ini musnah, bisa menjadi ancaman banjir bagi kota Tanjung Redeb di Kabupaten Berau. Setelah seharian menikmati tebing karang di kawasan Dayak Merasah, maka mandi ditengah anak – anak Dayak menjadi cerita menarik.

Dan inilah satu – satunya hiburan bagi anak – anak ini, karena tidak ada sarana hiburan lain, seperti televisi, apalagi play station. Dua hari bersama suku Dayak Lesan, kami menjadi dekat dengan anak – anak ini.

Sekaligus merasakan suramnya masa depan mereka, karena ancaman terhadap lingkungan mereka. Suku Dayak Lesan memiliki kebiasaan unik. Tiap akhir pecan, mereka kerap berlibur dengan berburu atau mencari ikan di hulu sungai.

Kebiasaan ini mereka sebut Poll On. Atau piknik bersama. Kaum prialah yang bertugas menangkap ikan. Sedangkan kaum wanita dan anaknya menyiapkan kayu api dan lauk pauk atau lalapan. Ini ikan jenis mereka namakan Palau, Salap, Munjuk, sapaan dan ikan baung. Namanya aneh di telinga kami. Kebiasaan ini sudah menjadi tradisi mereka sejak lama.

Seharian menyusuri sungai dan hutan tentu melelahkan. Menikmati ikan bakar bersama mereka, tentu sangat menyenagkan dan mengobati rasa letih. Ibarat cinta pertama, kami kepicut dengan rasa persahabatan dan keindaham alam kawasan ini, dan tentu perjalanan yang tak terlupakan.

LELUHUR SUKU DAYAK

Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan Palangka Bulau ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan Ancak atau Kalangkang).
Menurut cerita nenek moyang mereka asal mulanya diturunkan dari langit ke dalam dunia ini di empat tempat berturut-turut dengan Palangka Bulau, yaitu:
1. Di Tantan Puruk Pamatuan di Hulu Sungai Kahayan dan Barito
Maka inilah seorang manusia yang pertama yang menjadi datuknya orang-orang dayak yang diturunkan di Tantan Puruk Pamatuan, yang diberi nama oleh Ranying : Antang Bajela Bulau atau Tunggul Garing Janjahunan Laut.
Dari Antang Bajela Bulau maka terciptalah dua orang laki-laki yang gagah perkasa yang menteng ureh mamut bernama Lambung atau Maharaja Bunu dan Lanting atau Maharaja Sangen.
2. Di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting (Bukit Kaminting)
Oleh Ranying terciptalah seorang yang maha sakti, bernama Kerangkang Amban Penyang atau Maharaja Sangiang.
3. Di Datah Takasiang, Hulu sungai Rakaui (Sungai Malahui Kalimantan Barat)
Oleh Ranying terciptalah 4 orang manusia, satu laki-laki dan tiga perempuan, yang laki-laki bernama Litih atau Tiung Layang Raca Memegang Jalan Tarusan Bulan Raca Jagan Pukung Pahewan, yang seketika itu juga menjelma menjadi Jata dan tinggal di dalam tanah di negeri yang bernama Tumbang Danum Dohong. Ketiga puteri tadi bernama Kamulung Tenek Bulau, Kameloh Buwooy Bulau, Nyai Lentar Katinei Bulau.
4. Di Puruk Kambang Tanah Siang (Hulu Barito)
Oleh Ranying terciptalah seorang puteri bernama Sikan Atau Nyai Sikan di Tantan Puruk Kambang Tanah Siang Hulu Barito.
PEMBAGIAN SUKU DAYAK :
Suku Dayak terbagi dalam 7 suku besar, dan terbagi lagi dalam 18 suku kecil, dan terbagi lagi dalam 405 suku kekeluargaan/sedatuk. Pembagiannya adalah :
1. Dayak Ngaju (terdiri dari 4 suku kecil dan 90 suku sedatuk)
1. Dayak Ngaju (terbagi dalam 53 suku sedatuk)
2. Dayak Ma`anyan (terbagi dalam 8 suku sedatuk)
3. Dayak Dusun (terbagi dalam 8 suku sedatuk)
4. Dayak Lawangan (terbagi dalam 21 suku sedatuk)
2. Dayak Apu Kayan (terdiri dari 3 suku kecil dan 60 suku sedatuk)
1. Dayak Kenya (terbagi dalam 24 suku sedatuk)
2. Dayak Kayan (terbagi dalam 10 suku sedatuk)
3. Dayak Bahau (terbagi dalam 26 suku sedatuk)
3. Dayak Iban dan Heban (terbagi dalam 11 suku sedatuk)
4. Dayak Klemantan atau Dayak Darat (terdiri dari 2 suku kecil dan 87 suku sedatuk)
1. Dayak Klemantan (terbagi dalam 47 suku seadtuk)
2. Dayak Ketungau (terbagi dalam 40 suku sedatuk)
5. Dayak Murut (terdiri dari 3 suku kecil dan 44 suku sedatuk)
1. Dayak Murut (terbagi dalam 28 suku sedatuk)
2. Dayak Idaan (terbagi dalam 6 suku sedatuk)
3. Dayak Tidung (terbagi dalam 10 suku sedatuk)
6. Dayak Punan (terdiri dari 4 suku kecil dan 52 suku sedatuk)
1. Dayak Basap (terbagi dalam 20 suku sedatuk)
2. Dayak Punan (terbagi dalam 24 suku sedatuk)
3. Dayak Ot (terbagi dalam 5 suku sedatuk)
4. Dayak Bukat (terbagi dalam 3 suku sedatuk)
7. Dayak Ot Danum (terdiri dari 61 suku sedatuk)
BENTUK HUKUM ADAT DAYAK
Dalam melaksanakan adat suku dayak, ada dua aliran yaitu:
1. Tersilah kepada Keduniawian
Hukum adat ini berlaku dalam perkara kriminal, etika dan pergaulan masyarakat. Hukum adat juga mengadili perkara yang berhubungan dengan kemasyarakatan misalnya: masalah harta benda, pusaka, perkimpoian, perceraian, ketentuan ahli waris, masalah anak dalam perceraian, milik perpantangan, hak-hak atas tanah.
2. Tersilah kepada Agama
Hukum Adat yang tersilah kepada Agama menghukum siapa pun yang telah menghina dan mencemarkan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat, misalnya: merusak kubur, merusak pahewan, merusak petak ruas, merusak petak pali, merusak Indus, merusak sandung, melanggar adat pali disaat kampong memegang rutas, melanggar adat negeri ketika memalas pali, melanggar adat pali ditempat orang melahirkan, melanggar adat pali pada saat pengobatan orang sakit, merusak pangantoho (rumah kecil tempat pujaan), tulah berjinah dengan saudara, tulah berjinah dengan ibu/bapak, tulah berjinah dengan misan, merusak pantar.
ASAL USUL NAMA KALIMANTAN
Orang Dayak mempunyai cara pandang tersendiri terhadap sejarah pulaunya, yang terungkap dalam tradisi lisan yang disebut Tetek Tatum. Tetek tatum merupakan salah satu kesusastraan Dayak asli yang artinya ratap tangis sejati. Tetek tatum dinyanyikan dengan lagu dan sangat digemari nenek moyang orang-orang Dayak yang mana isinya menceritakan keadaan Kalimantan sejak zaman bahari, zaman dewa-dewa, tentang peperangan, silsilah dan lain-lain. Sedangkan Kalimantan itu sendiri mempunyai arti:
1. Kali = sungai, Mantan = besar (mantan dalam bahasa dayak sangen artinya besar), yang akhirnya Kalimantan berarti pulau yang memiliki sungai besar-besar.
2. Kalimantan = nama sebangsa pohon buahnya asam yang banyak terdapat di Kalimantan.
3. Borneo berasal dari Brunei yang dulunya disebut dengan nama Burnei sehingga akhirnya menjadi Borneo.

PANGLIMA BURUNG

Oleh : Rudy Gunawan
Dalam masyarakat Dayak, dipercaya ada ada suatu makhluk yang disebut-sebut sangat agung, sakti, ksatria, dan berwibawa. Sosok tersebut konon menghuni gunung di pedalaman Kalimantan, bersinggungan dengan alam gaib. Pemimpin spiritual, panglima perang, guru, dan tetua yang diagungkan. Ialah panglima perang Dayak, Panglima Burung, yang disebut Pangkalima oleh orang Dayak pedalaman.

www.flickr.com/photos/beckzaidan/1102006510
Ada banyak sekali versi cerita mengenai sosok ini, terutama setelah namanya mencuat saat kerusuhan Sambas dan Sampit. Ada yang menyebutkan ia telah hidup selama beratus-ratus tahun dan tinggal di perbatasan antara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Ada pula kabar tentang Panglima Burung yang berwujud gaib dan bisa berbentuk laki-laki atau perempuan tergantung situasi. Juga mengenai sosok Panglima Burung yang merupakan tokoh masyarakat Dayak yang telah tiada, namun dapat rohnya dapat diajak berkomunikasi lewat suatu ritual. Hingga cerita yang menyebutkan ia adalah penjelmaan dari Burung Enggang, burung yang dianggap keramat dan suci di Kalimantan.
Selain banyaknya versi cerita, di penjuru Kalimantan juga ada banyak orang yang mengaku sebagai Panglima Burung, entah di Tarakan, Sampit, atau pun Pontianak. Namun setiap pengakuan itu hanya diyakini dengan tiga cara yang berbeda; ada yang percaya, ada yang tidak percaya, dan ada yang ragu-ragu. Belum ada bukti otentik yang memastikan salah satunya adalah benar-benar Panglima Burung yang sejati.
Banyak sekali isu dan cerita yang beredar, namun ada satu versi yang menurut saya sangat pas menggambarkan apa dan siapa itu Penglima Burung. Ia adalah sosok yang menggambarkan orang Dayak secara umum. Panglima Burung adalah perlambang orang Dayak. Baik itu sifatnya, tindak-tanduknya, dan segala sesuatu tentang dirinya.
Lalu bagaimanakah seorang Panglima Burung itu, bagaimana ia bisa melambangkan orang Dayak? Selain sakti dan kebal, Panglima Burung juga adalah sosok yang kalem, tenang, penyabar, dan tidak suka membuat keonaran. Ini sesuai dengan tipikal orang Dayak yang juga ramah dan penyabar, bahkan kadang pemalu. Cukup sulit untuk membujuk orang Dayak pedalaman agar mau difoto, kadang harus menyuguhkan imbalan berupa rokok kretek.
Dan kenyataan di lapangan membuyarkan semua stereotipe terhadap orang Dayak sebagai orang yang kejam, ganas, dan beringas. Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Dayak bisa dibilang cukup pemalu, tetap menerima para pendatang dengan baik-baik, dan senantiasa menjaga keutuhan warisan nenek moyang baik religi maupun ritual. Seperti Penglima Burung yang bersabar dan tetap tenang mendiami pedalaman, masyarakat Dayak pun banyak yang mengalah ketika penebang kayu dan penambang emas memasuki daerah mereka. Meskipun tetap kukuh memegang ajaran leluhur, tak pernah ada konflik ketika ada anggota masyarakatnya yang beralih ke agama-agama yang dibawa oleh para pendatang. Riuh rendah tak berubah menjadi ketegangan di ruang yang lingkup--yang oleh orang Dayak Ngaju disebut Danum Kaharingan Belum.
Kesederhanaan pun identik dengan sosok Panglima Burung. Walaupun sosok yang diagungkan, ia tidak bertempat tinggal di istana atau bangunan yang mewah. Ia bersembunyi dan bertapa di gunung dan menyatu dengan alam. Masyarakat Dayak pedalaman pun tidak pernah peduli dengan nilai nominal uang. Para pendatang bisa dengan mudah berbarter barang seperti kopi, garam, atau rokok dengan mereka.
Panglima Burung diceritakan jarang menampakkan dirinya, karena sifatnya yang tidak suka pamer kekuatan. Begitupun orang Dayak, yang tidak sembarangan masuk ke kota sambil membawa mandau, sumpit, atau panah. Senjata-senjata tersebut pada umumnya digunakan untuk berburu di hutan, dan mandau tidak dilepaskan dari kumpang (sarung) jika tak ada perihal yang penting atau mendesak.
Lantas di manakah budaya kekerasan dan keberingasan orang Dayak yang santer dibicarakan dan ditakuti itu? Ada satu perkara Panglima Burung turun gunung, yaitu ketika setelah terus-menerus bersabar dan kesabarannya itu habis. Panglima burung memang sosok yang sangat penyabar, namun jika batas kesabaran sudah melewati batas, perkara akan menjadi lain. Ia akan berubah menjadi seorang pemurka. Ini benar-benar menjadi penggambaran sempurna mengenai orang Dayak yang ramah, pemalu, dan penyabar, namun akan berubah menjadi sangat ganas dan kejam jika sudah kesabarannya sudah habis.
Panglima Burung yang murka akan segera turun gunung dan mengumpulkan pasukannya. Ritual--yang di Kalimankan Barat dinamakan Mangkuk Merah--dilakukan untuk mengumpulkan prajurit Dayak dari saentero Kalimantan. Tarian-tarian perang bersahut-sahutan, mandau melekat erat di pinggang. Mereka yang tadinya orang-orang yang sangat baik akan terlihat menyeramkan. Senyum di wajahnya menghilang, digantikan tatapan mata ganas yang seperti terhipnotis. Mereka siap berperang, mengayau--memenggal dan membawa kepala musuh. Inilah yang terjadi di kota Sampit beberapa tahun silam, ketika pemenggalan kepala terjadi di mana-mana hampir di tiap sudut kota.
Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Penglima Burung sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah--agama manapun--dengan merusaknya atau membunuh di dalamnya. Karena kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh, itu dalam sudut pandang mereka. Pembunuhan, dan kegiatan mengayau, dalam hati kecil mereka itu tak boleh dilakukan, tetapi karena didesak ke pilihan terakhir dan untuk mengubah apa yang menurut mereka salah, itu memang harus dilakukan. Inilah budaya kekerasan yang sebenarnya patut ditakuti itu.
Kemisteriusan memang sangat identik dengan orang Dayak. Stereotipe ganas dan kejam pun masih melekat. Memang tidak semuanya baik, karena ada banyak juga kekurangannya dan kesalahannya. Terlebih lagi kekerasan, yang apapun bentuk dan alasannya--entah itu balas dendam, ekonomi, kesenjangan sosial, dan lain-lain--tetap saja tidak dapat dibenarkan. Mata dibalas mata hanya akan berujung pada kebutaan bagi semuanya. Terlepas dari segala macam legenda dan mitos, atau nyata tidaknya tokoh tersebut, Panglima Burung bagi saya merupakan sosok perlambang sejati orang Dayak.

Kamis, 24 Februari 2011

Budaya - Desa Adat Penglipuran

 ditulis oleh : Barry Kusuma
Desa adat Penglipuran berlokasi pada kabupaten Bangli yang berjarak 45 km dari kota Denpasar, Desa adat yang juga menjadi objek wisata ini sangat mudah dilalui. Karena letaknya yang berada di Jalan Utama Kintamani – Bangli. Desa Penglipuran ini juga tampak begitu asri, keasrian ini dapat kita rasakan begitu memasuki kawasan Desa. Pada areal Catus pata yang merupakan area batas memasuki Desa Adat Penglipuran, disana terdapat Balai Desa, fasilitas masyarakat dan ruang terbuka untuk pertamanan yang merupakan areal selamat datang.










[navigasi.net] Budaya - Desa Adat Penglipuran
Seorang nenek yang menjual hasil kebunnya ke pengunjung, hasil kebun ini tergantung musim dan buahnya. Jadi jangan heran setiap kali kita kesana nenek ini menjual berbagai macam aneka buah.


Desa ini merupakan salah satu kawasan pedesaan di Bali yang memiliki tatanan yang teratur dari struktur desa tradisional, perpaduan tatanan tradisional dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri membuat desa ini membuat kita merasakan nuansa Bali pada dahulu kala. Penataan fisik dan struktur desa tersebut tidak lepas dari budaya yang dipegang teguh oleh masyarakat Adat Penglipuran dan budaya masyarakatnya juga sudah berlaku turun temurun. Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali adalah, Bagian depan rumah serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Desa tersusun sedemikian rapinya yang mana daerah utamanya terletak lebih tinggi dan semakin menurun sampai kedaerah hilir. Selain bentuk depan yang sama, adanya juga keseragaman bentuk dari bahan untuk membuat rumah tersebut. Seperti bahan tanah untuk tembok dan untuk bagian atap terbuat dari penyengker dan bambu untuk bangunan diseluruh desa.
Karena Desa Penglipuran terletak didataran yang agak tinggi, suasana terasa cukup sejuk. Selain suasana pertamanan yang asri tetapi juga sangat ramahnya penduduk desa terhadap tamu yang datang. Banyak wisatawan yang datang dapat menikmati suasana desa dan masuk kerumah mereka untuk melihat kerajinan – kerajinan yang penduduk desa buat. Sehingga untuk tinggal berlama lama disini sangatlah menyenangkan.








[navigasi.net] Budaya - Desa Adat Penglipuran
Suasana disore hari, setelah penduduk banyak beraktivitas bercocok tanam. mereka kumpul dan duduk-duduk didepan rumah mereka


Desa Adat Penglipuran ini termasuk desa yang banyak melakukan acara ritual, sehingga banyak sekali acara yang diadakan didesa ini seperti pemasangan dan penurunan odalan, Galungan dll. Memang Saat yang sangat tepat untuk datang kedesa ini adalah pada acara tersebut berlangsung, sehingga kita dapat melihat langsung keunikan dan kekhasan dari desa penglipuran ini. Walaupun anda tidak sempat datang pada saat acara tersebut diatas, anda dapat menikmati suasana desa pada sore hari. Karena pada saat sore umumnya penduduk desa keluar rumah setelah selesai melakukan aktifitas rutin mereka dipagi dan siang hari, merek keluar untuk berkumpul bersama sama penduduk desa yang lain dan para pria pada saat sore hari mengeluarkan ayam jago kesayangan mereka dan tidak jarang mereka melakukan tajen/adu ayam tetapi tanpa pisau dikakinya. Sambil menunggu datangnya senja anda dapat menikmati Bubur Ayam diwarung Pak Made yang sangat bersih dan murah meriah dan berbaur bersama penduduk desa adat penglipuran merupakan pengalaman yang tidak akan saya lupakan.